Kamis, 04 Juni 2009

Puluhan Warga Bulu Silape Sillaen Tutup Jalan Truk TPL *Mobil Truk Disandera

BALIGE: Puluhan warga Dusun Bulu Silape,Desa Pardomuan, Kec. Silaen, Kab.Toba Samosir (Tobasa) menutup jalan yang digunakan sebagai jalur lintas truk pengangkut kayu PT Toba Pulp Lestari (TPL), Kamis malam (4/6).
Pengamatan wartawan dilapangan, aksi penutupan jalan tersebut sebagai luapan kemarahan warga karena tidak adanya kesepakatan ganti rugi atas peristiwa longsor yang menewaskan 13 warga saat pembukaan jalan menuju lokasi penebangan kayu di kawasan perkampungan marga Sianipar tersebut.

Warga membuat palang sebagai penutup jalan dengan menggunakan sebatang kayu broti dan menegakkan bendera merah putih lalu badan jalan digali. Kemudian yang menjaga palang tersebut adalah para ibu-ibu guna mengantisipasi emosi para kaum ayah.Selain itu para kaum ibu juga trauma karna dulu kaum ayah banyak diculik saat menuntut ganti rugi pada pihak TPL yang waktu itu bernama PT Inti Indorayon Utama (IIU).

Beberapa kali sempat terjadi pertengkaran antara warga dan polisi, bahkan warga sempat bersitegang dengan pihak Kepolisian Sektor (Polsek) silaen,lalu pihak kepolisian menurunkan satuan dalmas disaat malam hari. Warga histeris melihat tameng kepollisian yang berjejer untuk membuka penutup jalan yang dibuat warga.

Kepala Desa Pardomuan, Marlon Sianipar mengatakan bahwa warganya tidak akan menghentikkan aksi sebelum ada penyelesaian. sebab apa yang dirasakan warganya sudah cukup sakit. "warga sebelumnya tidak sepakat memberikan tanah itu sebagai jalan. Sebab dibawah lahan tersebut adalah persawahan dan perkampungan," katanya.

Penutupan jalan tersebut dilakukan warga sejak, Rabu (4/6). Selain menutup jalan warga juga tidak mengijikan beberapa truk TPL untuk melintas hingga adanya kesepakatan dengan pihak TPL. Warga menuntut agar pihak TPL memberikan gantirugi selama 20 tahun sebab tidak ada penyelesaian mengenai lahan pertanian yang tidak dapat digunakan sama sekali. Bahkan untuk memenuhi hidup warga akhirnya menjadi buruh tani. "Bukannya kami tidak memiliki tanah, tetapi lahan pertanian warga yang berjumlah 60 kepala keluarga tidak bisa dikerjakan lagi," tambahnya.

Peristiwa yang terjadi pada tahun 25 November 1989 mengakibatkan 13 yang tewas akibat longsor tersebut satu diantaranya tidak ditemukan Mula Tahi Sianipar yang waktu itu masih berusia 13 tahun. Warga merasa diabaikan begitu saja. padahal selain korbanjiwa, perkampungan warga yang waktu itu dihuni lima rumah tangga sama sekali tertimbun tanah. Bahkan atap rumah wargapun tidak terlihat karena timbunan tanah tersebut. Bukan hanya itu saja, tetapi persawahan yang merupakan sumber penghasilan warga milik juga rusak total, dan hingga kini tidak dapat digunakan lagi.

"Yang terjadi waktu itu bukan bencana alam sebab longsor itu terjadi karena PT IIU membuka jalan. Selain itu juga kami heran kenapa bisa tanah tersebut menutupi perkampungan, bahkan jika waktu itu tidak latihan natal warga pasti mati kata salah satu orang warga Rosmani Boru Sianipar.

Warga mengatakan bahwa waktu itu hujan deras, sementara saluran air pegunungan yang mengalir kepersawahan sudah tertutup akibat pembukaan jalan. sekitar pukul 21.00 terdengar suara gemuruh dan ketika warga kembali warga hanya melihat tumpuk tanah.
Sebelum peristiwa tragis tersebut warga baru pulang dari pesta kemudian istirahat, sementara sebagian warga lainnya sedang mengikuti latihan natal di gereja.

"Akibat itulah, warga yang meninggal hanya 13 orang saja. sebab jika tidak warga penghuni kampung akan mati semua. Dan pihak Indorayon hanya mengganti hasil panen satu tahun saja semetara sawah kami tidak dapat digunakan sama sekali. Sementara untuk pertanggung jawaban warga yang meninggal tidak ada sama sekali," kata warga lainnya Pita Uli Pasaribu juga saksi dari peristiwa tersebut.

Sebelumnya pihak warga telah melakukan pêrtemuan dengan pihak TPL di kantor camat silaen Rabu (6/5). Namun dalam pertemuan tersebut tidak ada kesepakatan. Mewakili pihak TPL Sakkan Tappubolon tidak dapat memberikan jawaban kepada warga. Bahkan dia hanya berjanji akan membawa permasalahan tersebut kepada pimpinan TPL. "Hingga kini tidak ada jawaban, kami merasa dipermainkan, bahkan ada kesan sepele dari pihak TPL," ujar warga lainnya Sudirman Pangaribuan.

Suasana panas akhirnya mereda setelah pasukan polisi dalmas meninggalkan lokasi dengan menaiki truk pada pukul 21.00 wib, namun puluhan warga setempat masih terus bertekad melakukan aksi hingga tuntutannya dipenuhi pihak PT.TPL.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar