Senin, 15 Juni 2009

PLTA Inalum Tobasa Harus Dikuasai Indonesia

Batangan almunium bertindih-tindih dengan kondisi siap jual hasil produksi pabrik peleburan PT.Inalum Kuala Tanjung Kab.Batubara dengan memakai tenaga listrik dari PLTA Inalum Kab.Tobasa. (Foto: Jimmi Sitinjak)


MEDAN : Pembangkit Listrik Tenaga Air Indonesia Asahan Alumunium (PLTA Inalum) di Paritohan Kab.Tobasa harus dikuasai Indonesia setelah perjanjian kerja sama investasi dengan Jepang berakhir pada 2013. Penguasaan sepenuhnya atas Proyek Asahan oleh pihak Indonesia diyakini memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat Sumatera Utara.

Negosiasi antara pemerintah Indonesia dan Jepang tentang masa depan Proyek Asahan, pascaberakhirnya perjanjian investasi, akan dimulai pada 2010. Pemerintah daerah di Sumatera Utara (Sumut) akan mendorong tim negosiasi pemerintah mengambil opsi penguasaan seluruh Proyek Asahan dan mengambil alih dari pihak Jepang.

”Kalau dalam pandangan pribadi saya, memang lebih menguntungkan jika diambil alih seluruhnya oleh Pemerintah Indonesia. Tinggal nanti kemanfaatan yang bisa diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ini dibicarakan lagi,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Sumut RE Nainggolan di Medan akhir pekan lalu.

Proyek Asahan merupakan kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Jepang dalam memanfaatkan aliran Sungai Asahan yang bersumber dari Danau Toba untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

PLTA ini digunakan sebagai sumber energi bagi pabrik peleburan aluminium di Tanjung Gading Batubara, yakni PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Dimulai awal tahun 1980-an, perjanjian kerja sama tersebut akan berakhir pada 2013 dengan opsi pemerintah bisa menguasai sepenuhnya Proyek Asahan, atau kembali melanjutkan kerja sama dengan Jepang.

Menurut Nainggolan, selama ini masyarakat Sumut relatif kurang mendapatkan manfaat dari keberadaan Proyek Asahan. PLTA Siguragura dan Tangga, yang memiliki kapasitas terpasang hingga 600 megawatt (MW) dan terbesar di Indonesia, hanya mengalir untuk kepentingan produksi aluminium PT Inalum. Sebagian kecil (45 MW) memang dialirkan ke PLN dengan mekanisme pertukaran energi. Inalum mengirim 45 MW saat beban puncak, sebaliknya PLN juga mengalirkan listrik ke Inalum pada siang harinya.

Nainggolan mengungkapkan, seandainya Pemerintah Indonesia mengambil alih Proyek Asahan, manfaat yang lebih besar bisa dirasakan masyarakat Sumut. Dia mencontohkan, jika listrik PLTA Siguragura dan Tangga dijual ke PLN, bisa diperoleh keuntungan hingga 120 juta dolar AS atau sekitar Rp 12 triliun per tahun, dengan asumsi harga jual listrik sebesar 4,6 sen sollar AS per kWh.

”Itu kalau hanya listriknya saja yang dijual. Kalau dari keuntungan penjualan listriknya saja pemerintah daerah di Sumut bisa mendapatkan 10 persen, berarti kami sudah bisa menerima Rp 1,2 triliun setiap tahun. Bandingkan dengan annual fee yang selama ini diterima pemerintah daerah dari PT Inalum sebesar Rp 74 miliar pertahun,” ujar Nainggolan.

Kepala Otorita Asahan Effendi Sirait juga mengungkapkan, di luar pilihan menguasai sepenuhnya Proyek Asahan, ada juga opsi moderat dengan tetap melanjutkan kerja sama dengan Jepang.

Otorita Asahan adalah lembaga yang didirikan pemerintah sebagai penghubung dengan pihak Jepang. Menurut Effendi, kalaupun harus melanjutkan kerja sama dengan Jepang, posisi Indonesia harus jauh lebih kuat dibandingkan dengan perjanjian kerja sama sebelumnya.”Harus diubah komposisi kepemilikan sahamnya. Kalau selama ini 40 persen Indonesia dan Jepang 60 persen, penguasaan saham Indonesia harus lebih banyak lagi,” katanya.(kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar