Minggu, 07 Juni 2009

KPU Taput digugat mantan calon bupati

MEDAN : Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Tapanuli Utara (Taput) digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, terkait penetapan Bupati Taput Torang Lumban Tobing sebagai peserta calon kepala daerah pada Pilkada Taput.
Gugatan ini diajukan mantan calon Bupati dan Wakil Bupati Taput Ir.Edward Sihombing-Drs.Alpa Simanjuntak. Materi gugatan, penggugat mengatakan, penetapan Bupati Taput Torang Lumban Tobing sebagai peserta dalam pemilihan Kepala Daerah oleh KPU Taput, dianggap cacat hukum .
Sebab pada saat pendaftaran Bupati Taput Torang Lumban Tobing masih menjabat dan belum mengajukan pengunduran diri baik ke lembaga DPRD Taput maupun ke Menteri Dalam Negeri.
Sesuai aturan perundang-undangan yang dilakukan Bupati Taput Torang Lumban Tobing cacat hukum. Ini berdasarkan UU No.12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah pasal 58 huruf P dan huruf Q.
Selain itu, penggugat juga menganggap KPUD Taput tidak melakukan tugasnya dengan benar terutama dalam memeriksa kelengkapan berkas Bupati Taput Torang Lumban Tobing yang ternyata diketahui sama sekali tidak melampirkan bukti pengunduran dirinya sebagai Bupati.
"Konspirasi penyelenggara Pemilu dengan Bupati Taput Torang Lumban Tobing sangat terlihat disini. Hingga kami meminta agar majelis hakim diketuai Irna SH mengabulkan gugatan yang berisi pembatalan hasil Pilkada Taput yang dimenangkan tergugat Torang Lumban Tobing, " jelasnya.

Sementara itu, Samsul Sianturi, mantan calon Bupati Taput yang turut hadir didalam persidangan kepada wartawan mengatakan, gugatan ini sebagai pembelajaran bagi masyarakat agar mentaati aturan hukum yang berlaku.
Kata dia, Pilkada Taput merupakan yang pertama kali dilakukan di Sumut dimana calonnya langsung dipilih oleh rakyat. Sehingga jika dalam Pilkada yang digelar secara langsung ini saja sudah dikotori dengan cara-cara tidak terpuji, maka Taput tidak akan pernah baik.
"Saya senang atas adanya gugatan ini. Agar menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Presiden saja cuti kalau mau kampanyei. Apalagi setingkap Bupati. Ini harus kita jadikan contoh dong, " katanya.
B. Nadapdab SH selaku Kuasa hukum KPUD usai persidang agenda mendengarkan eksepsi mengatakan, penetapan KPU atas pengajuanTorang Lumban Tobing sebgaai calon kepala daerah di Taput sesuai mekanisme dan UU yang berlaku di Negara Indonesia.
Menurutnya, alasan KPUD Taput menetapkan Bupati Taput Torang Lumban Tobing sebagai peserta calon kepala daerah karena Torang Lumban Tobing telah melengkapi semua syarat administrasi yang di minta. (waspadaoline)

Kepergok Selingkuh Di Hotel Porsea


Teks Foto : Oknum PNS Pemkab Asahan sedang menunjukkan kartu identitas diri akibat kepergok selingkuh hasil pelaksanaan razia Satpol PP Pemkab Tobasa. Kasihan ya pak tua ituuu ????

Oknum PNS Asahan Dan Honor Taput Berselingkuh Terjaring Razia Satpol PP Tobasa

BALIGE: Oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkab Asahan Wahab Butarbutar,53, warga Aek Songsongan berselingkuh dengan seorang janda Ngatini Siahaan,39, warga Pulau Raja di Hotel Santos Porsea terjaring razia Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Tobasa, Minggu dinihari (31/5).
Dikantor Satpol PP Tobasa, oknum PNS Pemkab Asahan ditanya wartawan mengatakan wanita sekamarnya tadi merupakan istri keduannya yang sudah berstatus janda dan istri pertamanya sudah mengetahui hubungan mereka. “Saya tidak takut diberitakan wartawan hubungan kami dihotel tadi karena telah sah statusnya istri kedua “ katanya.
Pelaksanaan razia gabungan operasi pekat Satpol PP Tobasa bersama TNI dan Polri yang dipimpin Kepala Kantor Satpol PP Tobasa Christian Manurung ke-tempat hiburan dan hotel, sempat menghebohkan warga setempat dan tindakan perlawanan oknum aparat yang sedang berada dilokasi.
Hasil dari pelaksanaan razia Satpol PP Tobasa tersebut, berhasil mengamankan 10 orang tidak mempunyai identitas diri yang termasuk 2 pasangan selingkuh yang dilakukan oknum PNS Pemkab Asahan dan sepasang remaja M .Tambunan ,20, serta Agustina Siahaan, 18, di Hotel Dizon Balige.
Selain itu, Waitress Café Danau Toba Balige Sri Dewi Agustika,18, warga Kab.Simalungun diamankan karena masih dibawah umur sehingga tidak bisa diperkerjakan sesuai ketentuan Perda No.6 Tahun 2003 tentang retribusi dan hiburan umum. Sedangkan lainnya Eva Yanti Sirait,18, warga Porsea, Lestari Silalahi,23, warga Tarutung (pegawai honor Dinas Perhubungan Pemkab Taput), Marlina Sirait,31, warga Porsea diamankan karena tidak mempunyai identitas diri dalam pelaksanaan razia.
Kepala Kantor Satpol PP Tobasa Christian Manurung kepada wartawan mengatakan pelaksanaan razia ini bertujuan terutama untuk mewujudkan daerah Kab.Tobasa Religius 2010 sehingga diperlukan pemberantasan penyakit masyarakat dan selanjutnya untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sudah tertuang dalam ketentuan peraturan daerah.

Kamis, 04 Juni 2009

DPRD Tobasa Kecam Pekerjaan Mega Proyek Rp.120 M *Warga Setempat dan Pengguna Jalan Diserang Hujan Abu


BALIGE: Komisi III DPRD Tobasa dengan tegas mengecam pola pekerjaan mega proyek yang menelan biaya Rp.120 Milyar karena tidak menghiraukan lagi kenyaman warga setempat dan pengguna jalan. Akibat pelaksanaan proyek tersebut, baik warga setempat dan pengguna jalan selalu diserang hujan abu sehingga diprediksi pada hari-hari mendatang banyak terserang penyakit-penyakit saluran pernafasan.

“Sudah banyak warga setempat dan pengguna jalan menyampaikan keluhan diserang hujan abu akibat dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pelaksanaan pekerjaan mega proyek pembangunan kawasan industris sebesar Rp.120 Milyar di Desa Lumban Pea Tambunan Kec.Balige” kata Ketua Komisi III DPRD Tobasa Dundung Simanjuntak kepada wartawan dikantor dewan, Kamis(4/6).

Ini memang sudah keterlaluan dan sudah perlu ditindak instansi berwewenang, karena pekerjaan proyek sangat dilarang menganggu kenyaman warga setempat dan pengguna jalan kata Dundung, apalagi sudah terindikasi merusak lingkungan hidup disekitar lokasi proyek.

Kenapa dibilang sudah merusak atau mencemari lingkungan hidup ?, itu disebabkan polusi udara dari terjadinya hujan abu yang berarti kondisi oksigen sudah terganggu bagi mahluk hidup disana, sehingga diminta instansi berwewenang segera mengambil tindakan sebelum dilakukan pengajuan tuntutan kepada Pemkab Tobasa oleh masyarakat kata Dundung.

Untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat tersebut, Dundung Simanjuntak mengatakan Komisi III DPRD Tobasa juga dalam waktu dekat melalui Bupati Tobasa akan memanggil instansi terkait guna meminta keterangan bagaimana system pekerjaan proyek yang diterapkan dilapangan dan kalau memang menganggu lingkungan hidup disekitarnya, tentu pekerjaan proyeknya lebih baik dihentikan.

Sementara itu, Ketua KNPI Tobasa Herbet Sibuea kepada wartawan di Balige mengatakan dampak negative pekerjaan mega proyek tersebut sangat menganggu pengguna jalan karena selain hujan abu, ternyata kondisi jalan menjadi rusak atau bergelombang akibat tumpukan tanah timbunan berjatuhan dibadan jalan lintas sumatera


Teks Foto : Aparat kepolisian sedang berusaha membubarkan aksi warga yang menutup jalan lintas mobil truk logging PT.TPL, namun tidak berhasil

Puluhan Warga Bulu Silape Sillaen Tutup Jalan Truk TPL *Mobil Truk Disandera

BALIGE: Puluhan warga Dusun Bulu Silape,Desa Pardomuan, Kec. Silaen, Kab.Toba Samosir (Tobasa) menutup jalan yang digunakan sebagai jalur lintas truk pengangkut kayu PT Toba Pulp Lestari (TPL), Kamis malam (4/6).
Pengamatan wartawan dilapangan, aksi penutupan jalan tersebut sebagai luapan kemarahan warga karena tidak adanya kesepakatan ganti rugi atas peristiwa longsor yang menewaskan 13 warga saat pembukaan jalan menuju lokasi penebangan kayu di kawasan perkampungan marga Sianipar tersebut.

Warga membuat palang sebagai penutup jalan dengan menggunakan sebatang kayu broti dan menegakkan bendera merah putih lalu badan jalan digali. Kemudian yang menjaga palang tersebut adalah para ibu-ibu guna mengantisipasi emosi para kaum ayah.Selain itu para kaum ibu juga trauma karna dulu kaum ayah banyak diculik saat menuntut ganti rugi pada pihak TPL yang waktu itu bernama PT Inti Indorayon Utama (IIU).

Beberapa kali sempat terjadi pertengkaran antara warga dan polisi, bahkan warga sempat bersitegang dengan pihak Kepolisian Sektor (Polsek) silaen,lalu pihak kepolisian menurunkan satuan dalmas disaat malam hari. Warga histeris melihat tameng kepollisian yang berjejer untuk membuka penutup jalan yang dibuat warga.

Kepala Desa Pardomuan, Marlon Sianipar mengatakan bahwa warganya tidak akan menghentikkan aksi sebelum ada penyelesaian. sebab apa yang dirasakan warganya sudah cukup sakit. "warga sebelumnya tidak sepakat memberikan tanah itu sebagai jalan. Sebab dibawah lahan tersebut adalah persawahan dan perkampungan," katanya.

Penutupan jalan tersebut dilakukan warga sejak, Rabu (4/6). Selain menutup jalan warga juga tidak mengijikan beberapa truk TPL untuk melintas hingga adanya kesepakatan dengan pihak TPL. Warga menuntut agar pihak TPL memberikan gantirugi selama 20 tahun sebab tidak ada penyelesaian mengenai lahan pertanian yang tidak dapat digunakan sama sekali. Bahkan untuk memenuhi hidup warga akhirnya menjadi buruh tani. "Bukannya kami tidak memiliki tanah, tetapi lahan pertanian warga yang berjumlah 60 kepala keluarga tidak bisa dikerjakan lagi," tambahnya.

Peristiwa yang terjadi pada tahun 25 November 1989 mengakibatkan 13 yang tewas akibat longsor tersebut satu diantaranya tidak ditemukan Mula Tahi Sianipar yang waktu itu masih berusia 13 tahun. Warga merasa diabaikan begitu saja. padahal selain korbanjiwa, perkampungan warga yang waktu itu dihuni lima rumah tangga sama sekali tertimbun tanah. Bahkan atap rumah wargapun tidak terlihat karena timbunan tanah tersebut. Bukan hanya itu saja, tetapi persawahan yang merupakan sumber penghasilan warga milik juga rusak total, dan hingga kini tidak dapat digunakan lagi.

"Yang terjadi waktu itu bukan bencana alam sebab longsor itu terjadi karena PT IIU membuka jalan. Selain itu juga kami heran kenapa bisa tanah tersebut menutupi perkampungan, bahkan jika waktu itu tidak latihan natal warga pasti mati kata salah satu orang warga Rosmani Boru Sianipar.

Warga mengatakan bahwa waktu itu hujan deras, sementara saluran air pegunungan yang mengalir kepersawahan sudah tertutup akibat pembukaan jalan. sekitar pukul 21.00 terdengar suara gemuruh dan ketika warga kembali warga hanya melihat tumpuk tanah.
Sebelum peristiwa tragis tersebut warga baru pulang dari pesta kemudian istirahat, sementara sebagian warga lainnya sedang mengikuti latihan natal di gereja.

"Akibat itulah, warga yang meninggal hanya 13 orang saja. sebab jika tidak warga penghuni kampung akan mati semua. Dan pihak Indorayon hanya mengganti hasil panen satu tahun saja semetara sawah kami tidak dapat digunakan sama sekali. Sementara untuk pertanggung jawaban warga yang meninggal tidak ada sama sekali," kata warga lainnya Pita Uli Pasaribu juga saksi dari peristiwa tersebut.

Sebelumnya pihak warga telah melakukan pêrtemuan dengan pihak TPL di kantor camat silaen Rabu (6/5). Namun dalam pertemuan tersebut tidak ada kesepakatan. Mewakili pihak TPL Sakkan Tappubolon tidak dapat memberikan jawaban kepada warga. Bahkan dia hanya berjanji akan membawa permasalahan tersebut kepada pimpinan TPL. "Hingga kini tidak ada jawaban, kami merasa dipermainkan, bahkan ada kesan sepele dari pihak TPL," ujar warga lainnya Sudirman Pangaribuan.

Suasana panas akhirnya mereda setelah pasukan polisi dalmas meninggalkan lokasi dengan menaiki truk pada pukul 21.00 wib, namun puluhan warga setempat masih terus bertekad melakukan aksi hingga tuntutannya dipenuhi pihak PT.TPL.